Dikeluarkan oleh Umar bin Syabah, Abu Ya’la dan Abu Basram
Samawih di dalam kitab Fawa’idnya dari Anas r.a. mengenai kisah Islamnya Abu
Qahafah r.a. katanya: “Ketika Abu Qahafah mengulurkan tangannya untuk
berbaiat kepada Rasulullah saw., Abu Bakar r.a. menagis. Lalu Rasulullah saw.
bertanya kepadanya, “Apakah yang menyebabkan kamu menangis?”
Abu Bakar r.a. menjawab, “Jika ayah saudaramu mengulurkan
tangannya untuk berbaiat dengan menggantikan tangannya (Abu Qahafah adalah ayah
Abu Bakar r.a.) karena Allah ingin menyejukkan matamu adalah lebih aku sukai
dari apa yang terjadi sekarang..”
Maksudnya, Abu Bakar r.a. akan menjadi lebih gembira
sekiranya yang berbaiat kepada Rasulullah saw. itu adalah ayah saudara Nabi saw.
(kemungkinan Abu Thalib r.a.) daripada bai’at atas Islam yang dilakukan
oleh ayahnya sendiri Abu Qahafah r.a..
Sanadnya Shahih. Dikeluarkan oleh al Hakim seperti ini dan
katanya, “Hadits ini Shahih atas syarat Al Bukhari dan Muslim.” Sebagaimana
dalam al Ishabah.
Dalam riwayat ath Thabrani dan al Bazar dari Ibnu Umar r.hum. katanya:
“Abu Bakar dan ayahnya datang menemui Rasulullah saw. Ayahnya adalah seorang
lelaki tua yang buta. Peristiwa ini terjadi pada hari pembukaan Makkah.
Rasulullah saw. bersabda kepada Abu Bakar r.a., “Mengapa kamu tidak tinggalkan
saja orang tua ini di rumahnya, biar kita yang menemuinya.”
Abu Bakar r.a. menjawab: “Aku ingin agar Allah mengganjarinya
karena keislaman Abu Thalib adalah lebih menggembirakanku daripada Islamnya
ayahku. Karena aku menginginkan kesejukan matamu ya Rasulullah.”
Maka Rasulullah saw. bersabda, “Engkau benar.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Maradwih dan al Hakim dari Ibnu Umar
r.hum. katanya: “setelah perang Badar selesai, kaum muslimin telah berhasil
menawan banyak orang dari kaum musyrikin Makkah, termasuk diantaranya adalah
Abbas r.a.. Ia tertawan oleh seorang lelaki dari kalangan Anshar.
Perawi mengatakan bahwa orang-orang Anshar telah berjanji
kepada Abbas akan membunuhnya.
Berita ini sampai ke pengetahuan Nabi saw. lalu Nabi saw.
bersabda, “Sesungguhnya aku tidak dapat tidur malam tadi karena memikirkan
keadaan ayah saudaraku Abbas. Karena orang-orang Anshar telah bertekad akan membunuh
Abbas.”
Umar r.a. pun berkata kepada Rasulullah saw., “Apabila
boleh aku menemui mereka dan berunding dengan mereka.”
Rasulullah saw. menjawab , “Ya.”
Maka Umar r.a. pergi menemui oeang-orang Anshar itu dan
berkata kepada merek, “Antarkan Abbas menemui Rasulullah saw.”
Mereka menjawab, “Tidak, kami tidak akan mengantarnya.”
Umar pun berkata kepada mereka. “Walaupun untuk Rasulullah saw.?”
Jawab sahabat-sahabat Anshar itu, “Jika baginda ridha, maka
ambillah ia.”
Umar r.a. kemudian membawa Abbas menemui Rasulullah saw.
Takkala Abbas berjalan dalam tawanan Umar r.a., Umar r.a. berkata kepadanya, “Ya
Abbas! Islamlah kamu! Jika kamu memeluk agama Islam maka keislamanmu itu lebih
aku sukai dari Keislaman al Khaththab (bapaknya)! Tidaklah ada alasan lain untuk
hal itu kecuali aku ingin melihat Rasulullah saw. menjadi sangat gembira
dengan keislaman kamu.” (al Bidayah)
Dalam riwayat Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas r.hum. katanya:
Umar r.a. berkata kepada Abbas, ”Islamlah kamu! Maka demi Allah, jika kamu
memeluk agama Islam, maka keislaman kamu lebih aku sukai dari keislaman al
Khaththab. Ini karena aku ingin melihat Rasulullah saw. menjadi sangat gembira
dan kamu mendahui orang lain dalam memeluk Islam.” (Kanz al Ummal)
Dalam riwayat Ibnu Sa’ad dari al ‘Asy, sesungguhnya Abbas
r.a. sangat menghormati Umar r.a. dalam beberapa perkara. Pada suatu hari Abbas
r.a. berkata kepada Umar r.a., “Ya Amirul Mukminin! Apakah pendapatmu sekiranya
ayah saudara Musa (Nabi Musa a.s.) datang kepadamu sebagai seorang muslim,
apakah yang akan kamu lakukan terhadapnya?”
Umar r.a. berkata, “Aku akan melayaninya dengan baik.”
Kata Abbas r.a., “Dan aku adalah pamannya Muhammad, nabi
saw.?”
Kata Umar r.a., “Dengan demikian, apakah pendapat kamu ya Abu
Fadl? Demi Allah! Ayahmu lebih aku kasihi dari ayahku.”
Abbas berkata, “Allah.”
Kata Umar r.a., “Allah! Sesungguhnya aku mengetahui bahwa ia
(ayahnya Abbas) adalah lebih dicintai oleh Rasulullah saw. dari ayahku dan aku
lebih mengutamakan cinta Rasulullah saw. dari cintaku.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Abu Sa’id al Khudri r.a.
katanya: Kami selalu berada di hadapan Nabi saw. di Madinah. Jika ada seseorang
akan meninggal dunia maka kami memberitahukannya kepada Rasulullah saw., Dengan demikian, Rasulullah saw. akan datang
untuk menziarahi orang itu, memohon keampunan
untuknya. Rasulullah saw. akan meninggalkannya apabila orang itu
menghembuskan nafasnya yang terakhir dan kadang-kadang duduk bersama mereka
hinggalah jenazahnya dikebumikan.
Kadang-kadang Rasulullah saw. meluangkan waktu yang lama
sambil menunggu jenazah itu diarahkan
hingga ke upacara pengebumiannya.
Apabila kami merasa khawatir hal itu akan menyusahkan Rasulullah saw.,
maka kami berembug dulu, “Lebih baik kita tidak memberitahu Rasulullah saw.
bahwa ada orang hamper wafat hingga orang itu wafat. Setelah orang itu wafat
barulah kita memberitahukannya. Dengan demikian hal ini tidak menyusahkan
Rasulullah saw.” Setelah itu kami hanya memberitahu Rasulullah saw. setelah
terjadinya kematian.
Maka Rasulullah saw. hanya dating untuk menshalatinya dan
minta ampunan untuk mayat. Kadang-kadang, Rasulullah saw. berangkat setelah jenazah
itu selesai, kadang-kadang juga beliau saw. menunggu hingga jenazah selesai
dikebumikan. Amalan seperti itu terus kami lakukan sehingga pada suatu masa orang-orang berkata,
‘Demi Allah! Sekiranya kita membawa jenazah kepada Rasulullah saw. tanpa meminta baginda saw. datang untuk
menshalatinya adalah lebih baik dan memudahkan bagi baginda saw.’ Maka setelah
itu, kami pun melakukan sedemikian.”
Kata Muhammad bin Umar, “Sejak waktu itu, dinamakanlah tempat
itu tempat jenazah karena jenazah dibawa ke sana untuk dishalati. Kemudian amalan
itu menjadi kebiasaan orang banyak. Mereka akan membawa jenazah-jenazah
orang-orang yang meninggal dunia di kalangan mereka untuk dishalati hingga hari
itu.
Dikeluarkan oleh al Hakim dari Aslam, sesungguhnya Umar bin
al Khaththab r.a. masuk menemui Fatimah r.ha. dan berkata kepadanya, “Ya
Fatimah! Demi Allah! Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih dicintai
oleh Rasulullah saw. selain kamu. Demi Allah! Tiada di antara manusia setelah
ayahmu yang lebih aku cintai dari kamu.” (Kanz al Ummal)
Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal.
333-336, Penerbit Pustaka Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar