Dikeluarkan oleh at Tirbi dari Salim bin Abdulah katanya:
Ketika Umar bin al Khaththab di lantik sebagai khalifah, ia menerima tunjangan
hidup dari Baitul Mal dalam jumlah yang sama seperti yang telah diterima oleh
Abu Bakar r.a. Namun ketika Umar r.a. menghadapi masalah
keuangan, sekumpulan sahabat Muhajirin berkumpul untuk memperbincangkan masalah
itu. Termasuk di antara mereka ialah Utsman, Thalhah, Ali dan az Zubair r.anhum..
Az Zubair berkata, “Bagaimana apabila kita meminta kepada
Umar supaya tunjangannya ditambah.”
Ali pun berkata, “Kami sangat ingin melakukannya sebelum ini.
Marilah kita pergi menemuinya.”
Lalu Utsman r.a. berkata, “Ia adalah Umar bukan orang
lain (Umar r.a. sangat tegas dengan suatu perkara terutama yang
berkaitan dengan caranya mencontoh kehidupan Rasulullah saw.). Karena
itu, lebih baik kita bertemu dengannya dan meminta pendapatnya mengenai perkara
ini. Kita hendaklah bertemu dengan Hafshah r.ha. terlebih dahulu dan
memintanya membicarakan perkara ini kepada Umar r.a. dan meminta agar ia
tidak memberitahu nama-nama orang yang terlibat dalam urusan ini.”
Mereka pun pergi menemui Hafshah r.ha. dan meminta
agar ia memberitahu Umar r.a. mengenai hal itu tanpa memberitahu
nama-nama orang yang terlibat dalam rancangan itu. Setelah mereka kembali dari
menemui Hafshah r.ha., mereka pun pulang.
Tidak lama setelah itu, Hafshah bertemu Umar r.a. dan
ia dapat melihat tanda-tanda kemarahan di wajahnya. Ia berkata, “Siapakah
mereka itu?”
Hafshah menjawab, “Tidak ada jalan untuk mengetahui siapa
mereka hingga aku mengetahui pendapat engkau.”
Umar r.a. berkata, “Sekiranya aku mengetahui siapakah
mereka, aku akan memukul wajah mereka.
Engkau dan aku ya Hafshah bersumpah atas nama Allah. Kamu mengetahui kain
seperti apakah yang terbaik yang disimpan oleh Rasulullah saw. di dalam
rumahmu?”
Hafshah menjawab, “Dua helai kain yang dicelup warna merah
yang sering dipakai oleh baginda saw. apabila menerima tamu dan apabila
memberikan khutbah Jum’at.”
Umar r.a. bertanya, “Apakah makanan yang terbaik yang
pernah kamu hidangkan kepadanya?”
Hafshah menjawab, “Roti kami dibuat dari tepung barli. Saya
mengoleskan minyak di atasnya apabila roti itu sedang panas dan
memotong-motongnya lalu menghidangkannya di hadapan Rasulullah saw..
Kemudian Rasulullah saw. memakannya dan menganggapnya sebagai makanan
yang terbaik.”
Umar r.a. bertanya kepada Hafshah r.ha., “Apakah
alas tidur yang paling lembut yang dimiliki oleh Rasulullah saw.?”
Hafshah menjawab, “Kami mempunyai sehelai kain selimut yang
kasar. Pada musim panas kami melipatnya empat lipatan dan berbaring di atasnya.
Apabila musim dingin, kami melipatkan menjadi dua lipatan, sebagiannya kami
gunakan sebagai alas tidur sebagian lagi kami gunakan untuk menyelimuti tubuh
kami.”
Umar r.a. berkata, “Ya Hafshah! Sampaikanlah kepada
mereka apa yang akan aku katakana ini. Sesungguhnya Rasulullah saw.
telah meletakkan kadar tertentu di tempatnya dan satu penambahan pun hendaklah
dilakukan mengikuti keadaannya. Dan sesungguhnya aku juga telah menetukan kadar
untuk diriku dan kadar serta ketetapan itu diikuti. Perumpamaanku dengandua
orang sahabatku adalah seumpama tiga orang yang mengikuti satu jalan. Orang yang pertama telah melalui jalan dengan
membawa bekalnya dan telah sampai ke tempat tujuannya. Orang yang kedua juga
telah mengikutinya, lalu ia pun mengikuti jalan yang telah diikuti oleh orang
yang pertama lalu sampai ke tempat tujuannya. Kemudian orang yang ketiga
mengikutinya. Jika ia mengikuti jalan yang telah diikuti oleh orang pertama dan
kedua dengan bekal seperti kedua orang itu, niscaya ia juga akan sampai ke
tempat tujuannya. Jika ia mengikuti jalan selain jalan yang telah diikuti kedua
orang itu, maka ia tidak akan menemui kedua sahabatnya itu.”
Dikeluarkan juga oleh Ibnu Asakir dari Salim bin Abdullah,
hadits serupa dengannya. Sebagaimana dalam Muntakhab al Kanz.
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari al Hasan al Basri katanya:
Aku datang menghadiri satu majelis di masjid Jami Basrah. Aku duduk di antara
sekumpulan sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang berbincang-bincang
mengenai kezuhudan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. dan bagaimana
Allah membuka hati mereka untuk agama Islam dan keindahan perilaku mereka. Aku
pun mendekati kumpulan sahabat-sahabat itu. Di antara mereka adalah al Ahnaf
bin Qis at Tamimi r.a. dan aku telah mendengar ia berkata, “Kami pernah
dihantar oleh Umar bin al Khaththab r.a.
untuk berangkat di dalam suatu sariyah ke Iraq. Maka Allah swt.
Memberikan kemenangan kepada kami atas Iraq dan negeri Persia. Dengan demikian,
kami telah memperoleh perak dari negeri Persia dan Khurasan. Lalu kami pun
menyimpannya. Ketika kami kembali ke Madinah dan sampai di hadapan Umar r.a.,
ia memalingkan mukanya dari kami dan enggan bercakap-cakap dengan kami.”
Sikap Umar r.a. yang demikian menyebabkan
sahabat-sahabat merasa kecil hati dan sedih, lalu kami pun pergi menemui anak
lelakinya, Abdullah bin Umar r.a. yang sedang duduk di dalam masjid.
Kami pun mengadu kepadanya mengenai apa yang telah terjadi kepada kami,
mengenai sambutan dingin yang telah diberikan oleh ayahnyaatas kepulangan kami.
Abdullah berkata kepada kami, “Sesungguhnya Amirul Mukminin
telah melihat pakaian yang ada padah tubuh engkau sedangkan ia tidak pernah
melihat Rasulullah saw. memakainya. Begitu juga ia tidak pernah melihat
Khalifah Abu Bakar r.a. memakainya.”
Maka kami pun pulang ke rumah masing-masing dan menanggalkan
pakaian yang telah kami sewaktu pulang dari Iraq dan Persia itu. Setelah itu
kami menemui Umar r.a. dengan memakai pakaian yang ia selalu melihat
kami memakainya.
Melihat kedatangan kami, ia bangun seraya memberi salam
kepada setiap orang dari kami dan memeluk kami satu per satu, seolah-olah ia
tidak pernah melihat kami sebelumnya. Kami pun menyerahkan kepadanya semua
harta rampasan lalu ia membagi-bagikannya di antara kami dengan sama rata.
Kemudian ia menerima sebuah bakul yang berisi makanan dari buah kurma dan
minyak sapi.
Lalu Umar r.a. mencicipi makanan itu dan makanan itu
sungguh lezat serta baunya sangat enak. Maka ia menghampiri kami sambil
berkata, “Demi Allah! Wahai orang-orang Muhajirin dan Anshar, bapak akan
memerangi anaknya dan anaknya akan memerangi bapaknya semata-mata memperebutkan
makanan yang selezat ini.”
Oleh karena itu, ia pun memerintahkan supaya makanan itu
diberikan kepada anak-anak dari para Muhajirin dan Anshar yang telah terbunuh semasa
hayat Rasululluh saw.
Kemudian, Umar r.a. berpaling dari tempat itu.
Manakala sahabat-sahabat mengikutinya di belakangnya, mereka berkata, “Apakah
pendapat engkau sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar mengenai lelaki ini dan
perilakunya? Sesungguhnya hati nurani kami telah menjadi begitu bernilai sejak
Allah memberi kemenangan ke tangan kaum muslimin pada zamannya,
rombongan-rombongan dari jazirah Arab dan Ajam (bukan Arab) mulai dating
menemui Umar r.a. dan mereka melihat ia berpakaian yang compang-camping
dan bertambal dua belas.”
“Wahai sahabat-sahabat Rasulullah saw.! kalian dari
kalangan sahabat-sahabat yang unggul dan kalian telah menyertai Rasulullah saw.
di dalam berbagai perang dan para sahabat Muhajirin dan Anshar al Auwalin. Sekiranya kalian
meminta ia menukarkan kehebatan bagi
siapa yang melihatnya, adalah lebih baik berdasarkan kepada kedudukannya.
Makanan hendaklah dihidangkan kepadanya setiap pagi dan petang agar ia dapat
makan bersama-sama dengan orang-orang Muhajirin dan Anshar.”
Para sahabat yang hadir di situ berkata, “Tidak ada orang
yang layak untuk mengemukakan persoalan ini kepada Umar r.a. kecuali Ali
r.a. karena ia seorang yang berani dan juga Umar r.a. adalah
menantunya Ali r.a. Atau anaknya Umar, yaitu Hafshah r.ha.,
karena ia adalah istri Rasulullah saw. dan lebih layak karena
kedudukannya di sisi Rasulullah saw..”
Mereka pun memberi tahu rencana itu kepada Ali r.a.
lalu Ali r.a. berkata, “Aku tidak akan melakukannya, sebaliknya pergilah
menemui istri-istri Rasulullah saw. karena mereka adalah ibu orang-orang
mukmin, mereka lebih berani menyuarakan pendapat kepadanya.”
Lalu para sahabat bertanya kepada ‘Aisyah dan Hafshah r.hum.
yang keduanya sedang berkumpul. ‘Aisyah berkata, “Aku akan bertanya kepada
Amirul Mukminin mengenai persoalan ini.”
Hafshah pun berkata, “Sudah tentu ia tidak akan menerima
rencana ini.”
Kemudian keduanya masuk menemui Umar r.a. lalu Umar r.a.
pun duduk berdekatan dengan mereka. ‘Aisyah r.ha. memulai pembicaran
dengannya, “Ya, Amirul Mukminin! Apakah enggkau mengijinkan aku berbicara
denganmu?”
Kata Umar r.a., “Bicaralah wahai ummul mukminin!”
‘Aisyah r.ha. berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw.
telah pergi dan dalam perjalanan menuju Jannah dan keridhaan Allah swt..
Beliau telah menolak kebesaran dunia dan dunia juga enggan dekat kkepadanya.
Begitu juga Abu Bakar r.a. telah
meninggal dunia dengan mengikuti jalan yang telah diikuti oleh Rasulullah saw.
satelah ia menghidupkan sunnah Rasulullah saw. dan membunuh orang-orang
yang mendustakannya dan mendustakan agamanya. Ia membatalkan setiap tindakan
orang-orang yang melakukan kejahatan dengan keadilan, ia juga telah
membagi-bagikan harta kepada sesame manusia dan meridhakan Rabbnya. Maka Allah
telah mencabut ruhnya kepada rahmat dan keridhaan-Nya dan mempertemukannya
dengan Nabi-Nya. Allah telah membukakan dengan perantara kedua tanganmu
kekayaan Kisra dan Kaisar dan negeri mereka dan mengakibatkan semua harta dan
kekayaan mereka berpindah ke tanganmu. Engkau telah berkuasa di atas kawasan
antara timur dan barat. Kami berharap dari Allah agar membantu agama Islam dengan pertolongan-Nya.
Utusan-utusan orang-orang Ajam telah datang mengunjungi engkau. Begitu juga
dengan rombongan-rombongan orang-orang Arab, semuanya datang kepada engkau
sedang engkau masih mengenakan pakaian ini. Pakaian ini telah ditambal dua
belas tambalan. Jika engkau menukarkannya dengan pakaian yang lebih lembut
kainnya, maka engkau akan kelihatan lebih hebat dalam pandangan mata manusia.
Begitu juga makanan akan dihidangkan kepada engkau pagi dan petang dalam jamuan
yang dihadiri oleh sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin.”
Dikutip dari Kitab Hayatush
Shahabah Terjemehan Jilid 2 hal. 286-289, Penerbit Pustaka Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar