Pages

Senin, 29 April 2013

Mengorbankan Harta Dalam Keadaan Memerlukan Harta Itu


Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Sahl bin Sa’ad r.a. katanya: Seorang wanita menemui Rasulullah saw. dengan pakaian Burdahnya (kain selimpang) yang dibuat dari kain bulu yang terkait di tepinya. Wanita itu berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasululah! Aku datang kepadamu dengan membawa pakaian ini.”

Rasulullah saw. pun mengambil burdah itu karena baginda saw. pun memerlukannya lalu memakainya. Seorang lelaki di antara sahabatnya melihatnya memakai burdah itu da berkata, “ Ya Rasulullah! Alangkah bagusnya, biarlah aku memakainya.”

Rasulullah saw. pun bersabda, “Ya.”

Ketika baginda saw. meniggalkan mereka, sahabat-sahabat lelaki itu telah mencacinya, “Kamu mengambil kesempatan, ketika kamu melihat Rasulullah saw. memakainya karena baginda saw. memerlukannya, kamu juga memintanya diberikan kepadamu dan kamu sudah meengetahui bahwa sifat Rasulullah saw. jika seseorang meminta sesuatu darinya, baginda akan memberikannya.”

Lelaki Anshar itu berkata, “Demi Allah! Tidaklah ada suatu yang mendorongku melakukan yang sedemikian itu, kecuali karena aku telah melihat Rasululah saw. memakainya, lalu aku memita darinya agar mendapat keberkahan dan semoga aku akan dikafani dengannya.”

Dalam Riwayat Ibnu Jarir juga dari Sahl r.a. katanya: suatu ketika sehelai pakaian telah dijahit untuk Rasulullah saw. berupa kain selimpang yang dibuat dari kain bulu yang berwarna hitam dan bagiaan tepinya berwarna putih. Rasulullah saw. pun keluar menemui sahabat-sahaabatnya dan beginda memukul tangannya di atas pahanya sambil berkata, “Apakah kamu tidak melihat ke arah kain ini, alangkah bagusnya.”

Seorang Arab Badwi berkata, “Ibu dan bapakku sebagai tebusan ya Rasulullah! Hadiahkanlah kepadaku.”

Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw. tidak akan menolak perrmintaan orang lain, maka beliau menghadiahkannya kepada lelaki Arab badwi itu. Rasululah saw. meminta dibawakan kepadanya dua helai pakaian lamanya lalu  memakai kedua-duanya dan memerintahkan disediakan untuknya kain yang sama yang telah diberikan kepada lelaki Badwi itu tetapi tidak sempat memakainya sampai beliau beliau wafat, sedangkan pakaiaan itu masih berada di tukang tenun. (Kanzul Ummal
Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 156-157, Penerbit Pustaka Ramadhan

Kesabaran pada Waktu Mengalami Musibah


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: Ketika Rasulullah saw. berada di Makkah, seorang wanita Anshar datang kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, keburukan sungguh telah menguasai saya (jin atau penyakit epilepsi).”

Maka Rasulullah saw. berkata, “Jika kamu bersabar dengan keadaanmu sekarang, maka pada hari kiamat kamu akan  menjumpai Allah dalam keadaan bebas dari dosa-dosa dan tidak ada hisab atasmu.”

Wanita itu berkata, “Demi Allah! Yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, tentu saya akan bersabar hingga saya berjumpa dengan Pencipta saya, tapi saya khawatir makhluk jahat ini membuat aurat saya terbuka.

Maka Rasulullah saw. berdo’a untuknya. Setelah itu kapan saja wanita itu merasa takut bahwa makhluk jahat itu akan membuat ia terbuka auratnya, ia pergi ke dekat kelambu Ka’bah dan memegang kain itu kuat-kuat sambil berkata, “Wahai syetan, menjauhlah dariku!” Dengan demikian makhluk jahat itu tidak mendekati dia.

Atha r.a. meriwayatkan: Ibnu Abbas r.a. berkata kepadaku, “Maukah kamu aku beri tahu tentang  seorang watina ahli Jannah?”

Aku mengiyakan. Kemudian Ibnu Abbas r.a. berkata, “Dia adalah seorang wanita yang berkulit hitam. Ia mendekati Rasulullah saw. dan berkata kepada beliau bahwa dia menderita penyakit epilepsi sehingga terbuka auratnya. Ia meminta kepada Rasulullah saw. supaya berdo’a untuknya. Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Jika engkau bersabar atas apa yang menimpamu,  engkau akan mendapatkan Jannah, dan jika engkau meminta aku berdo’a, aku  akan berdo’a kepada Allah supaya engkau diselamatkan dari musibah ini.’ Wanita itu berkata, ‘Saya tidak ingin sembuh dari penyakit ini dan saya akan bersabar. Tetapi do’akanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka.’ Maka Rasulullah saw. pun mendo’akannya demikian.”

Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa Ummu Zafar r.ha. pernah melihat wanita itu, perawakannya tinggi dan berkulit hitam dan dia sedang berdiri memegang kelambu Ka’bah.

Dari Abdullah bin Mughfil r.a., katanya: Pada zaman jahiliyah ada seorang wanita nakal. Seorang lelaki berpapasan dengan wanita itu. Lelaki itu mengangkat tangan ke arah wanita itu dan berkata, “Berhentilah! Allah swt. Telah menghapus kemusyrikan dan mengaruniakan Islam kepada kita.”

Kemudian lelaki itu meninggalkan wanita itu dengan membelakanginya. Dia terus berjalan  tetapi pandangannya terus ke belakang ke arah si wanita. Tiba-tiba dia menubruk sebuah dinding.

Lalu lelaki ini datang kepada Rasulullah saw. dan  memberi tahu beliau tentang kejadian itu. Rasulullah saw. berkata, “Engkau adalah seorang lelaki yang Allah swt. bermaksud memberi kebaikan. Sesungghunya jika Allah bermaksud memberi kebaikan kepada seseorang, maka Dia memberi hukuman atas dosa yang dibuat orang itu di dunia ini juga. Jika Dia bermaksud memberi keburukan kepada seseorang, maka Dia membiarkan orang itu sibuk berbuat dosa sehingga dia akan mendapatkan hukumannya pada hari Kiamat.”

Abdullah bin Khalifah r.a. menuturkan: Suatu ketika aku pergi bersama Umar r.a.. Aku melihat bahwa tali sepatu Umar r.a. terputus. Atas kejadian ini Umar r.a. membaca, “Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya).”

Kemudian dia berkata, “Apa saja yang menyebabkan kesusahan kepadamu adalah musibah.”

Dalam riwayat lain yang dikutip dari Marwazi dari Sa’ad bin Musayyab rah.a. katanya: Tali sepatu Umar r.a. terputus dan dia mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya).” 

Mendengar hal ini orang-orang berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Engkau mengucapkan kata-kata itu walaupun hanya untuk tali sepatu yang putus.”

Umar r.a. berkata, “Apa saja yang menimpa seorang mu’min yang menyebabkan kesusahan kepadanya adalah musibah.”

Dari Aslam r.a., katanya: Abu Ubaidah r.a. menulis surat kepada Umar r.a. tentang pasukan Romawi dan mengungkapkan rasa takutnya yang disebabkan oleh besarnya jumlah tentara Romawi itu. Umar r.a. membalas surat itu dengan menulis, “Kapan saja musibah menimpa seorang mu’min, Allah swt. segera akan memberikan kemudahan kepada dia. Sesungguhnya kesukaran tidak akan pernah menghalangi kemudahan dan kenyamanan.
Dalam al Qur’an Allah swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوااصْبِرُوْاوَصَابِرُوْاوَرَابِطُوْاوَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
 “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Q.s. Ali Imran: 200)

Abdul Rahman bin Mahdi r.a. berkata bahwa Utsman r.a. telah melakukan dua hal yang tidak dapat dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Pertama, dia tabah sedemikian rupa hingga  dia matti syahid, dan kedua dia telah mengumpulkan al Qur’an untuk seluruh manusia.
Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 647-649, Penerbit Pustaka Ramadhan

Minggu, 28 April 2013

Ridha dangan Ketentuan Allah


Umar r.a. berkata, “Saya tidak peduli bagaimana keadaan saya pada pagi hari, apakah saya berada dalam keadaan yang saya sukai ataukah dalam keadaan yang tidak saya sukai. Sebab saya tidak tahu apakah ada kebaikan dalam apa yang saya sukai. Sebab saya tidak tahu apakah ada kebaikan dalam apa yang saya sukai atau dalam apa yang tidak saya sukai.”

Hasan r.a. menceritakan: Ali r.a. dibri tahu bahwa Abu Dzar Ghifari r.a. berkata, “Saya lebih menyukai kefakiran daripada kekayaan dan saya lebih suka sakit daripada sehat.”

Mendengar ini Ali r.a. berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Dzar. Tapi saya berkata bahwa siapa yang tetap ridha kepada kebaikan yang Allah tentukan dan tidak akan menginginkan selain apa yang ditentukan Allah untuknya merupakan makna dari ridha kepada ketentuan Allah.”

Ali r.a. berkata, “Siapa yang merasa ridha dengan apa yang ditentukan oleh Allah, akan mendapatkan pahala; ketentuan Allah pasti akan terjadi. Sebaliknya,  siapa yang tidak ridha dengan ketentuan Allah, maka ketentuan Allah tetap akan berlaku dan dia tidak akan mendapatkan apa-apa atas perbuatannya.”

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata bahwa tidak akan mendapatkan apa-apa pada hari Kiamat orang yang tidak mempunyai keinginan makan (di dunia) untuk sekadar bisa hidup.  Lebih lanjut dia berkata bahwa tidak apa-apa orang yang melewati waktu paginya atau sorenya dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya (di dunia ini). Namun nafsu manusia selalu serakah, ingin mempunyai itu dan ini. Lebih baik meletakkan bara api ke dalam mulut sendiri bagi orang yang berkata tentang ketentuan Allah: seandainya begini, maka tidak akan begitu.

Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 666-667, Penerbit Pustaka Ramadhan

Sabtu, 27 April 2013

Dorongan Nabi saw. Untuk Menafkahkan Harta



Dikeluarkan oleh Muslim dan an Nasaa’I serta yang lainnya dari Jarir r.a. katanya: Kami sedang bersama-sama dengan Rasulullah saw. pada dini hari, tiba-tiba datanglah sekumpulan orang yang tidak berpakaian dengan sempurna, telanjang kaki, pakaian mereka dari kain kapas yang berjalur-jalur dan menyelendang pedang. Hampir seluruhnya adalah dari Bani Mudhar. Melihat kefakiran mereka itu, wajah Rasulullah saw. berubah, kemudian baginda saw. masuk ke dalam rumahnya dan memerintahkan Bilal r.a. agar mengumandangkan adzan dan setelah mengerjakan shalat, baginda saw. pun bangun memberi khhuttbah. Baginda saw. membaca ayat berikut ini:


يَآاَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوْارَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍوَّخَلَقَ مِنْهَازَوْجَهَاوَبَثَّ مِنْهُمَارِجَالًاكَثِيْرًوَّنِسَآءًۚ وَاتَّقُوااللهَ الَّذِي تَسَآءَلُوْنَ بِهٰ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبَا
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.s. an Nisaa: 1)

Rasulullah saw. juga membaca ayat berikut ini:

يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوااللهَۗ اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَاتَعْمَلُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
            (Q.s. al Hasyr: 18)

Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah seseorang itu menafkahkan uang dinar dan dirhamnya, pakaian, secupak gandum atau pun buah kurma walaupun hanya sepotong buah kurma.”

Maka datanglah seorang lelaki Anshar dengan membawa kantung yang sarat gengan isinya sehingga hampir menarik telapak tangannya akibat beratnya kantung itu. Kemudian datanglah orang seorang demi seorang sehingga aku telah melihat gundukan yang terdiri dari makanan dan pakaian. Aku melihat wajah Rasulullah saw. bercahaya seperti cahaya benda yang dicelupkan dangan emas.

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang mengadakaan perbaikan dalam Islam maka dia akan memperoleh ganjarannya dan ganjaran orang yang beramal dengannya setelahnya tanpa mengurangi sedikit pun ganjaran mereka. Barangsiapa yang mengadakan kejahatan dalam Islam, ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang ikut beramal dengannya tanpaa mengurangkan walaupun sedikit dari dosa-dosa mereka.”

Sebagaimana dalam at Targhib. Telah berlalu hadits tentang dorongan Nabi saw. untuk mengorbankan harta di jalan Allah swt..

Dikeluarkan oleh al Hakim dan dishahihkan dari Jabir r.a. katanya: Bani Amru bin Auf datang menemui Rasulullah saw. pada hari Rabu, maka  dinyatakan hadits, bahwa Rasulullah saw. bersabda (kepada mereka), “Wahai orang-orang Anshar!”

Mereka menjawab, “Labbaik, ya Rasulullah!”

Baginda saw. pun meneruskan kata-katanya, “Semasa Jahiliyah, ketika kamu tidak menyembah Allah, kamu sering memberi makan janda-janda, menggunakan harta bendamu dengan cara yang makruf dan membantu orang-orang yang mengalami kesusahan dalam perjalanan. Lalu Allah swt. Mengaruniakan kamu agama Islam dan Nabi-Nya, namun kamu mulai berlaku kikir dengan harta bendamu dengan membangun tembok-tembok di kebun-kebun kamu. Padahal, apa saja yang dimakan oleh Bani Adam, binatang buas dan burung, semuanya mendatangkan ganjaran jika itu datang dari harta bendamu.”

Mereka pun pulang ke tempat masing-masing, tiada seorang pun dari mereka yang telah membangun tiga puluh pintu masuk ke kebun mereka yang tidak memusnakan pintu-pintu itu supaya orang-orang mudah datang ke kebun-kebun mereka. (At Targhib)

Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Anas r.a. katanya: Inilah khutbah yang paling awal dilakukan oleh Rasulullah saw.. Rasulullah saw. menaiki mimbar, memuji Allah swt. Kemudian berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah memilih Islam sebagai agamamu. Oleh karena itu hendaklah kamu menjalin hubungan yang baik di antara sesama pemuluk Islam dengan bersikap pemurah dan berakhlak baik. Ketahuilah! Sesungguhnya sifat pemurah itu adalah sebatang pohon di dalam taman dan ranting-rantingnya berjuntai ke dunia. Maka barangsiapa di antara kamu bersikap pemurah, ia akan senantiasa bergelayut kepada ranting itu hingga Allah memasukkannya ke dalam Jannah. Ketahuiah! Sesunguhnya sifat kikir itu adalah sebatang pohon di dalam neraka dan ranting-rantingnya berjuntai ke dunia, maka barangsiapa yang kikir, ia senantiasa bergelayut kepada ranting-ranting itu hingga Allah memasukkannya ke dalam neraka. (Rasulullah saw. berkata demikian sebanyak dua kali). Berlaku pemurahlah semata-mata karena Allah, berlaku  pemurahlah semata-mata karena Allah.” (Kanzul Ummal)

Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 140-141, Penerbit Pustaka Ramadhan