Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab Al Hilyah
dari Salim bin Abdullah sesungguhnya Umar bin Khaththab r.a. pernah
berkata, “Demi Allah! Kami tidak menghiraukan tentang kelezatan kehidupan
dunia. Jika tidak, kami pasti akan memerintahkan agar seekor kambing disembelih
dan memerintahkan agar roti dimasak dari tepung gandum yang bermutu tinggi.
Kemudian memerintahkan pula agar kismis
dimasak sehingga menjadi seperti mata
burung puyuh. Kami akan memakannya. Tetapi, kami tidak menghiraukan kelezatan
kehidupan dunia karena kami telah mendengar Allah swt. Berfirman:
وَيَوْمَ
يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي
حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ
تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu
(saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu
dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di
muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Di
dalam riwayat Ibnu al Mubarak dan Ibnu Sa’ad dari Abu Musa asy Sya’ari r.a.sesungguhnya
ia pernah datang menemui Umar bin Khaththab r.a. bersama rombongan dari
Basrah. Abu Musa berkata: Kami masuk menemuinya setiap hari. Aku melihat ia
sering makan roti yang disapu dengan minyak zaitun, kuah yang dimasak
kadang-kadang dengan lemak binatang, kadang-kadang dengan susu.
Pada
suatu hari kami mendapatinya sedang makan roti yang telah dihancurkan dan
direndam di dalam air dan dipanaskan. Kadang-kadang kami menemuinya sedang
makan daging, tetapi hanya sekali saja dan dalam jumlah yang sedikit.
Pada
suatu hari Umar r.a. berkata kepada kami, “Demi Allah! Sesungguhnya aku
melihat kamu tidak begitu berselera dengan makanan yang telah aku sediakan.
Demi Allah! Sesungguhnya aku bisa menyediakan makanan yang lezat untuk kamu
yang terdiri dari Karakir, Sola, Sola’iq dan Dhinab.”
Jarir
bin Hazim berkata, “Sola adalah daging yang dipanggang, Dhinab bermakna bijiran
dan Sola’iq adalah roti lembut.”
Kata
Umar r.a., “Tetapi aku telah mendengar Allah telah menghinakan satu kaum
karena perbuatan yang telah mereka lakukan:
وَيَوْمَ
يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي
حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ
تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu
(saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu
dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di
muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Abu
Musa r.a. berkata, “Jikalau kamu berbincang-bincang dengan Amirul
Mukminin ia akan menetapkan jumlah tertentu dari Baitul Mal sehingga kamu boleh
mendapatkan makanan darinya.
Mereka
pun pergi menemui Umar r.a. dan memberitahu apaa yang diinginkan oleh
mereka. Umar r.a. berkata kepada mereka, “Wahai para pemuka sekalian!
Apakah kamu tidak Ridha dengan sesuatu yang aku ridha untuk diriku sendiri?”
Mereka
menjawab, “Wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya Madinah sangat sesuai untuk
menjalani kehidupan yang mewah. Kami berpendapat bahwa mereka tidak suka
terhadap makanan yang disediakan oleh engkau. Kami berasal dari tempat yang
subur dan banyak makanan. Pemimpin kami selalu menghidangkan makanan yang lezat
untuk orang banyak.”
Umar
menundukkan kepalanya seketika, kemudian mengangkatnya sambil berkata, “Aku
menetapkan untuk kamu dari Baitul Mal dua ekor kambing dan dua Jarib dari
bijiran sebagai makanan kamu. Pada pagi hari makanlah seekor kambing dan
setengah dari bijiran itu dan sebagian lagi pada petang hari (makan malam).
Kemudian mintalah minuman maka minumlah (minuman yang manis). Kemudian
hendaklah memberi minum dengan mendahulukan dari sebelah kanan. Kemudian
tunaikanlah hajat kamu. Pada petang hari
pula, makanlah makanan yang kamu tinggalkan pada waktu paggi. Makanlah kamu
bersama-sama dengan para sahabat kamu sekalian. Berilah orang banyak di dalam
rumah-rumah mereka dan berilah makan kepada ahli keluarga mereka. Demi Allah!
Aku fikir kampong yang membekali kamu dua ekor kambing dan dua jarib bijiran
itu akan mengalami hari yang buruk tidak lama lagi.” (al Muntakhab)
Dikeluarkan
oleh Hanad dari Utbah bin Fitqad katanya: Aku pernah menghidangkan untuk Umar
bin al Khaththab r.a. beberapa jenis manisan. Ia bertanya kepadaku, “Apa
ini?”
Aku
berkata, “Makanan yang aku bawakan untuk engkau karena engkau telah menjalankan
tugas menunaikan keperluan orang banyak sejak pagi. Maka aku ingin menyediakan
makanan untuk engkau apabila engkau kembali dari menjalankan tugas itu,
dengan harapan makanan itu akan
mendatangkan kekuatan untuk melayani keperluan kaum muslimin.”
Ia
membuka sala satu bakul yang berisi halwa sambil berkata, “Ya Utbah! Apakah
kamu telah memberikan halwa ini kepada setiap orang dari kalangan kaum
muslimin?”
Jawab
Utbah, “Ya Amirul Mukminin! Jika aku membelanjakan seluruh harta Qis pun aku
tidak mampu lagi menyediakan makanan ini untuk mereka semua.”
Setelah mendengar jawaban Utbah itu, Umar r.a.
berkata, “Aku tidak berhajat kepadanya.”
Kemudian, ia memerintahkan agar roti yang dibuat dari tepung
kasar dihidangkan beserta dengan daging yang keras. Lalu ia makan bersamaku
dengan berselera sekali.
Aku berselera sekali untuk makan sepotong daging berwarna
putih karena mengira bahwa itu hanyalah otot. Seiris daging yang aku kunyah itu
agak keras dan aku tidak mampu memakannya. Olehh karena itu, sewaktu Umar r.a.
tidak memandang ke arahku, akupun meletakkan daging yang keras itu diantara
mangkuk dan kain alas makan itu.
Kemudian ia menghidangkan secawan Nabiz (air buah kismis)
yang hampir menjadi cuka. Ia berkata kepadaku, “Minumlah.”
Karena aku tidak dapat meminum minuman itu, ia pun
mengambilnya dariku lalu meminumnya sambil berkata kepadaku, “Dengarlah ya
Utbah! Jika aku menyembelih seekor unta tiap hari, Maka sesungguhnya bagian
yang lembut dan berlemak adalah untuk kaum muslimin yang datang dari segenap
pelosok tempat. Sedangkan lehernya untuk keluarga Umar! Umar juga makan daging
yang kasar dan keras ini dan meminum air nabiz yang asam ini yang bisa
menyakitkan perut-perut kami.” (Muntakhab al Kanz)
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari al Hasan, Sesungguhnya Umar
bin al Khaththab r.a. masuk menemui seorang lelaki dan Umar r.a. meminta
air minuman darinya. Lelaki itu menghidangkan madu kepadanya. Umar r.a.
pun bertanya kepada lelaki itu, “Apakah ini?”
Jawab lelaki itu, “Madu.”
Maka Umar r.a. berkata, “Demi Allah! Semoga ini tidak
termasuk ke dalam benda yang akan dihisab pada hari kiamat.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari al Hasan sebagaimana dalam al
Muntakhab.
Dinukilkan oleh Razin dari Yajid bis Aslam katanya: Umar r.a.
meminta air minum, lalu dihidangkan dengan air yang telah dicampur madu. Umar r.a.
berkata, “Minuman ini enak sekali tetapi aku telah mendengar Allah Azza wa
Jalla berfirman yang menyalahkan suatu kaum yang telah menjadi mangsa
kehendak syahwat mereka sendiri:
وَيَوْمَ
يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي
حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ
تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu
(saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu
dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di
muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Oleh karena itu aku takut kebaikan kami hanya dibalas di
dalam kehidupan dunia ini, balasan yang dipercepat untuk kami.”
Maka Umar tidak minum minuman itu. (at Targhib)
Dikeluarkan oleh at Tibri dari Urwah katanya: Takkala Umar r.a.
sampai di Eiilah bersama-sama sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar, ia
menyerahkan baju gamis kepada seorang paderi untuk dicuci dan ditambal karena
bagian belakang bajunya itu telah terkoyak akibat perjalanan yang jauh. Bajunya
itu terbuat dari kain karabis (kain kasar seperti kain yang digunakan untuk
membuat karung).
Ia berkata kepada paderi itu, “Cucilah dan tamballah bagian
yang terkoyak.”
Kemudian paderi itu mencuci baju gamis Umar r.a. itu
dan menambal bagian yang sobek. Setelah selesai, ia pun kembali kepada Umar r.a.,
lalu Umar bertanya kepada paderi itu, “Apa yang kamu bawa ini?”
Paderi itu menjawab, “Ini adalah gamis engkau yang telah dicuci
dan ditambal, adapun baju ini adalah hadiah dariku untukmu.”
Kemudian Umar r.a.melihat kea rah baju yang
dihadiahkan oleh paderi itu dan memegangnya. Ia pun memakai gamisnya dan
mengembalikan gamis yang dihadiahkan kepadanya seraya berkata, “Gamisku ini
lebih baik dalam menyerap keringat.”
Dikeluarkan oleh Ibnu al Mubarak dari Urwah dari Naufal dari
gubernur Umar (di Eiila) hadits seperti di atas, sebagaimana dalam al
Muntakhab.
Dikeluarkan oleh ad Danuri dan Ibnu Asakir dari Qatadah r.a.
katanya: Umar r.a. adalah seorang khalifah yang memakai baju dari kain
kapas yang ditambal dengan kulit karena terdapat lubang atau sobekan pada
bajunya itu. Ia sering melawat ke pasar dengan cambuk di atas bahunya
memperhatikan sebagaimana orang menjalankan perdagangan dan memberitahukan adab
perniagaan kepada mereka.
Di dalam riwayat Ahmad di dalam kitab az Zuhd dan
Hanad, Ibnu Asakir dan Abu Nu’aim dari al Hasan katanya: Umar bin al Khaththab r.a.
berkhutbah kepada orang banyak ketika ia menjadi khalifah. Ia memakai sehelai
pakaian yang mempunyai dua belas tambalan. (al Muntakhab)
Di dalam riwayat Malik pula dari Anas r.a. katanya:
Aku pernah melihat Umar ketika ia menjadi Amirul Mukminin. Ia menambal
pakaiannya di antara dua bahunya dengan tiga tambalan. (At Targhib)
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Umar r.hum.
katanya: Umar r.a. telah menetapkan uang tunjangan untuk dirinya bagi keperluan
hariannya dan juga ahli keluarganya. Pada musim panas ia akan menggantikan
pakaian dan menambal kain sarungnya apabila sobek. Ia tidak akan menggantikan
pakaian yang baru walaupun telah lusuh dan sobek sehingga waktunya sampai untuk
ia berbuat demikian.
Dalam tahun ketika banyak harta telah jatuh ke tangan kaum
muslimin akibat banyak Negara yang telah ditaklukan, Umar r.a. bahkan
memakai pakaian yang lebih buruk dari pakaian yang biasa dipakainya sebelum
tahun itu. Aku pun berbicara dengan Hafshah mengenai hal ini. Umar r.a.
berkata, “Apa yang aku pakai dari harta kaum muslimin, maka pakaian ini adalah
sepadan buatku,” (al Muntakhab)
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Muhammad bin Ibrahim
katanya: Umar bin al Khaththab r.a. mengambil uang tunjangan dari Baitul
Mal sebanyak dua dirham setiap hari untuk dirinya dan keluarganya. (al
Muntakhab)
Dikutip dari Kitab Hayatush
Shahabah Terjemehan Jilid 2 hal. 294-298, Penerbit Pustaka Ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar