Diriwayatkan
oleh al Baihaqi dari ibnu Ishaq tentang khutbah Abu Bakar ash Shiddiq r.a. di
Saqifah Bani Sa’idah ( Hari Saqifah Bani Sa’idah). Kata Abu Bakar r.a.,
“Sungguh tidak sesuai dan tidak patut untuk kaum muslimin mempunyai dua orang
amir (pemimpin). Karena jika demikian akan mengakibatkan munculnya perselisihan
dalam semua urusan, kesatuan akan pecah dan mereka akan hancur bercerai berai.
Dalam keadaan demikiaan sunnah Rasulullah saw. akan ditinggalkan, bid’ah akan
meraja rela, fitnah akan tersebar dan menguasai setiap ruang lingkup dan tidak
seorang pun akan mendengar nasihat untuk perbaikan di kalangan mereka.”
Dikeluarkan
oleh al Baihaqi dari Salim bin Abid, hadist mengenai bai’at Abu Bakar r.a.
Dalam hadist itu dikatakan: Seorang lelaki Anshar berkata, “Dari kalangan
kalian (Anshar) seorang amir dan dari kalian (Muhajirin) seorang amir.”
Umar
berkata, “Bagaimana mungkin dua bilah pedang dapat dimasukkan ke dalam sebuah
sarung.”
Dikeluarkan oleh At Thabrani dari Abdullah bin
Mas’ud r.a. katanya, “ Wahai manusia, hendaklah kalian senantiasa taat dan
bersatu-padu dalam satu jamaah, karena sesungguhnya itu adalah tali Allah yang Dia
telah memerintahkan hambah-NYA supaya berpegang kepadanya. Apa yang kamu tidak
suka dalam jamaah itu adalah lebih baik
dari apa yang kamu suka dalam keadaan kamu berpecah-belah. Karena sesungguhnya Allah
swt. Tidak akan menciptakan sesuatu
kecuali menciptakan untuknya titik noktah di mana ia akan berakhir di sana. Dan
sesungguhnya agama islam telah sampai pada zaman keutuhan dan kekuatannya.
Suatu saat nanti ia akan sampai juga ke penghujungnya. Di dalam tempo itu, ia
akan mengalami keadaan naik dan turun hingga ke hari kiamat. Akhir dari yang
demikian itu adalah kemiskinan (kefakiran) dan kesusahan di mana si fakir tidak
akan memperoleh orang yang akan bersedekah kepadanya dan si kaya tidak akan
berpuas hati dengan apa yang dimilikinya. Keadaan menjadi bertambah buruk
sehingga seorang lelaki yang fakir apabila mengadu kepada saudara lelakinya
atau pun anak saudaranya, namun mereka tidak akan memberikan apa-apa
kepadanya.”
“Begitu jaga
seorang peminta sedekah akan berkeliling hingga dua kali jum’at, namun ia tidak
akan menjumpai seorang pun yang memberikan sesuatu kepadanya. Apabila keadaan
menjadi sedemikian genting, bumi akan mulai tenggelam, dan semua manusia akan
melihat tanah yang dipijaknya tenggelam, kemudian bumi akan terus tenggelam
seebagaimana yang dikehendaki Allah swt..
dan akan kembali seperti semula sebagaimana yang dikehendaki Allah swt.. kemudian bumi akan memuntahkan
segala yang ada di dalamnya.”
Seseoarang bertanya, “Wahai ayah Abdur Rahman,
apakah isi bumi itu?”
Kata Abdullah bin Mas’ud, “Kepingan-kepingan emas
dan perak, tetapi ketika itu tidak akan memberikan manfaat hingga hari kiamat.”
Haistami mengatakan hadist ini telah diriwayatkan
oleh Thabrani dengan sanad-sanadnya.
Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab al Hilyah
dari jalur Mujalid dan didalam riwayatnya, “Hubungan Silaturrahmi akan terputus
dan tidak aka nada yang ditakuti oleh si kaya melainkan kefakiran, dan si fakir
tidak akan mendapati seorang pun yang dapat memenuhi keperluannya, tetapi tidak memperoleh bantuan apa-apa.”
Dikeluarkan oleh Ahmad dari seorang lelaki, katanya:
Kami membawa sesuatu untuk dihadiahkan kepada Abu Dzar r.a. kami membawakannya
keju, lalu kami menanyakan mengenai dirinya, tetapi gagal menemuinya. Seseorang
berkata bahwa Abu Dzar telah meminta izin untuk mengerjakan haji dan ia telah
diizinkan untuk melakukannya.
Kami mendatanginya di Baldah, yaitu Mina. Ketoka
kami berada disampingnya, seseorang berkata kepadanya, “Utsman r.a. telah
mengerjakan shalat empat rakaat, ia tidak mengqashar shalat itu menjadi dua
rakaat di dalam perjalanan.”
Berita itu menyebabkan Abu Dzar r.a. sedih lalu berkata,
“Aku telah mengerjakan shalat bersama Rasulullah saw. dan beliau shalat dua rakaat . Aku juga telah mengerjakan
shalat bersama Abu Bakar r.a. dan Umar r.a..”
Kemudian Abu Dzar r.a. pun bangun lalu shalat
sebanyak empat rakaat. Seseorang berkata kepadanya, “Engkau telah mencela
perbuatan Amirul Mu’minin (Usman r.a.) kemudian melakukan perbuatan yang sama
(yaitu shalat empat rakaat).”
Abu Dzar r.a. berkata, “Perselisihan dengan Khalifah
merupakan perkara yang berat. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda kepada kami di dalam khutbahnya, ‘Akan terjadi
setelah aku, suatu pemerintahan oleh amir (khalifah), maka sesungguhnya ia
telah mencabut tali Islamdari lehernya, taubatnya tidak akan diterima kecuali
apabila ia memperbaiki kesalahannya, berbaiat kepada amirnya lagi dan menjadi
orang yang mendukung dan membantunya.’ Rasulullah saw. telah memerintahkan kami untuk melakukan tiga hal, ‘Hendaknya
mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan mengajarkan
manusia sunnah-sunnahnya.’” (Kata al Haitsami, terdapat perawi yang tidak
diketahui namanya, sedangkan perawi-perawi yang lain kuat)
Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dari Qatadah r.a.,
bahwa Rasulullah saw., Abu Bakar,
Umar, dan Utsman r.hum., pada awal kekhalifahan mereka telah mengerjakan shalat
qashar dua rakaat di Makkah dan di Mina, kemudian Utsman r.a. mengerjakannya
sebanyak dua rakaat.
Ketika Ibnu Mas’ud r.a. diberi tahu mengenai hal
ini, ia berkata, “Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi rooji’uun.”
Kemudian ia bangun dan mengerjakan shalat empat
rakaat. Seseorang berkata kepadanya, “Engkau telah mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun,
tetapi mengapa mengerjakan shalat empat rakaat?”
Ia menjawab, “Perselisihan (dengan khalifah adalah
suatu kemungkaran.” (al Kanz)
Dikeluarkan oleh Bukhari dab Abu Ubaid dalam kitab al Amwal dan al Ashbahani dalam kitab al
Hujjah, dari Ali r.a., katanya, “Putuskanlah sebagaimana yang telah kamu
putuskan, karena sesungguhnya aku tidak suka perselisihan hingga menyebabkan
orang banyak berpecah-belah. Aku akan mati sebagaimana sahabat-sahabatku mati.”
Ibnu Sirrin mengatakan bahwa riwayat yang
menyebutkan penentangan Ali r.a. terhadap keputusan khalifah-khalifah yang
sebelumnya adalah dusta.
Dikeluarkan Oleh al Askari dari Salim bin Qais al
‘Amiri, katanya bahwa Ibnu al Kiwa berkata kepada Ali r.a. mengenai sunnah,
bid’ah, jamaah, dan perpecahan. Ali r.a. menjawab, “Wahai Ibnu Kiwa, engkau
telah menghafal permasalahan dan hendaklah engkau memahami jawabannya juga.
Demi Allah, sunnah adalah sunnah Nabi Muhammad saw., dan bid’ah adalah apa yang terpisah dari sunnah itu. Demi
Allah, jamaah adalah perkumpulan semua ahli haq (yang berada di atas kebenaran)
walaupun jumlah mereka sedikit. Perpecahan adalah perkumpulan ahli batil
walaupun jumlah mereka banyak.” (al Kanz)
Dikutip dari
kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 2-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar