Pages

Jumat, 06 September 2013

Dakwah Rasulullah saw. Kepada Abu Thalib Sebelum Meninggal Dunia


بسم الله الرحمن الرحيم

Menurut Ishaq, dari Ibnu Abbas r.a. –seperti tersebut dalam al Bidayah (3/123) – dia berkata: Ketika pemuka-pemuka kaum Quraisy berjalan menuju rumah Abu Thalib untuk berbicara kepadanya, mereka terdiri dari ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, dan Abu Sufyan bin Harb yang merupakan orang-orang terhormat dari kalangan kaum Quraisy. Mereka berkata, “Wahai Abu Thalib, sesungguhnya engkau mengetahui kedudukanmu di sisi kami. Maut hampir menjemputmu pulang. Kami sangat mengkhawatirkan kehormatanmu di kalangan kami. Engkau mengetahui apa yang sedang terjadi antara kami dengan keponakanmu (berkaitan dengan gakwah Rasulullah saw.). Panggillah ia dan ambillah janji darinya agar ia mau mencegah dirinya dari mencela kami dan kami pun akan berhenti mengganggunya supaya ia membiarkan kami dengan agama kami dan kami pun akan membiarkannya dengan agamanya.”

Kemudian Abu Thalib mengutus seseorang untuk memangggil Rasulullah saw.. Baginda saw. datang untuk menghadap pamannya. Abu Thalib berkata, “Wahai keponakannku, mereka ssemua adalah pemuka-pemuka dari kalanganmu, telah siap mengadakan perjanjian denganmu.”

Rasulullah saw. bersabda, “Baiklah, hanya sebuah kalimat yang aku mau kalian mengatakannya. Seluruh bangsa Arab dan orang-orang Ajam akan tunduk kepada kalian disebabkan oleh kalimat itu.”

Abu Jahal berkata, “Baiklah, demi bapakmu, bahkan walau sepuluh kalimat pun.”

Rasulullah saw. bersabda, “Katakanlah olehmu Laa Ilaaha Illallaah dan tinggalkan semua sesembahan selain Dia.”

Mereka pun bertepuk tangan sambil berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu tuhan saja? Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang aneh.”

Kemudian mereka berkata di antara sesama mereka, “Demi Allah, sesungguhnya ia tidak akan memberi kalian sedikit pun dari yang kalian inginkan (perjanjian atau kompromi), oleh sebab itu tinggalkanlah ia dan tetaplah dengan agama nenek moyang kalian sehingga Tuhan memutuskan di antara kalian dengannya.”

Kemudian mereka pun berpisah.

Perawi mengatakan bahwa Abu Thalib berkata, “Demi Allah, keponakanku, kulihat engkau meminta sesuatu kepada mereka yang melampaui batas.”

Rasulullah saw. merasa optimis pamannya dapat mengucapkan kalimat syahadat. Itulah yang menyebabkan Rasulullah saw. bersabda, “Wahai paman, Jika paman mengucapkannya, maka aku akan memohonkan untuk paman syafaat pada hari kiamat.”

Melihat semangat keponakannya, Abu Thalib berkata, “Wahai keponakanku, demi Allah, jika bukan karena takut cacian (kaum Quraisy) kepadamu dan keluarga ayahmu sepeninggalku, dan anggapan kaum Quraisy bahwa aku mengucapkan kalimat itu karena takut mati, pasti aku telah mengucapkannya. Tidaklah aku mengucapkannya melaikan untuk menggembirakanmu dengannya.”

Kemudian Ibnu Abbas menyebutkan hadits itu selengkapnya, dan di dalam sanadnya ada seorang perawi yang masih samar, tidak diketahui keadaannya.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnul Musayyab dari ayahnya, bahwa ketika Abu Thalib sedang sakaratul maut, Nabi saw. masuk dan menemuinya. Abu Jahal berada di samping Abu Thalib ketika itu. Nabi saw. bersabda, “Wahai paman, ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah dan aku akan membela paman dengannya di hadapan Allah nanti.”

Abu Jahal dab Abdullah bin Umayyah berkata, “Hai Abu Thalib, apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?”

Mereka berdua terus mendesak Abu Thalib dengan kata-kata itu hingga kata-kata terakhir Abu Thalib adalah: “Aku tetap pada Agama Abdul Muththalib. Rasulullah saw. bersabda, “Saya akan memohon ampunan untukmu selama saya tidak dilarang melakukan hal itu.”

Peristiwa itulah yang menyebabkan Allah swt. Menurunkan wahyu:

مَاكَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْآ اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْالِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْكَانُوْا اُولِى قُرْبٰى مِنْ ۢبَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحَابُ الْجَحِيْمِ

Tiadalah sepatutunya bagi nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” (Qs. At Taubah: 113)

Juga diwahyukan ayat sebagai berikut:
اِنَّكَ لَاتَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ...
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang engkau kasihi…” (Qs. Al Qashash: 56)

Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanad lain dari bapak Ibnul Musayyab hampir sama seperti itu, dan Ibnu Abbas berkata di dalamnya: Maka Rasulullah saw. terus mendakwahi pamannya dan mereka berdua (Abu Jahal dan Abdullah) terus mendesak Abu Thalib sehingga pada akhir hayatnya Abu Thalib menyatakan, “Aku tetap memeluk agama Abdul Muththalib.” Dan tidak mau mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Rasulullah saw. bersabda, “Aku akan minta ampunan untukmu selama aku tidak dilarang melakukan hal itu.” Maka Allah swt. Menurunkan kedua ayat di atas.

Demikian juga yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Nasa’I dan Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a., katanya: Ketika Abu Thalib sedang sakaratul maut, Rasulullah saw. bersabda, “Wahai paman, ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah  dan aku akan bersaksi untukmu pada hari kiamat.”

Kata Abu Thalib, “Seandainya kaum Quraisy tidak mengejekku dengan berkata, Abu Thalib mengucapkan kalimat itu karena takut mati, maka pasti aku akan menyenangkan hatimu.” Karena itu Allah swt. Menurunkan surat al Qashash ayat 56 yang artinya “Sungguh, engkau(Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia Kehendaki, dan Dia lebih Mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al Bidayah [3/124])

Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 1 hal. 38-40, Penerbit Pustaka Ramadhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar