Dikeluarkan
oleh al Baihaqi dari Amir bin Abdullah bahwa hamba perempuannya pergi menemui
Umar al Khaththab r.a. bersama dengan anak perempuan az Zubair. Ia berkata,
“Bolehkah saya masuk?”
Umar r.a.
berkata, “Tidak.”
Hamba
perempuan itu pun pulang setelah mendengar jawaban Umar.
Kemudian Umar
r.a. kepada hambanya, “Panggillah hambap perempuan itu dan katakan
kepadanya agar mengucapkan, ‘Assalamu’alayka! Bolehkah saya masuk?” (al Kanz)
Dikeluarkan
oleh Ibnu Sa’ad dari Aslam, katanya: Umar r.a. berkata kepadaku, “Jangan
izinkan orang menemuiku dan jangan mengambil apa-apa dari mereka.”
Pada suatu
hari, ia melihatku memakai sehelai pakaian baru, lalu ia bertanya kepadaku, “Dari
mana kamu peroleh baju itu?”
Aku menjawab,
“Ubaidullah bin Umar telah menghadiahkannya kepadaku.”
Umar pun
berkata, “Jika diberi oleh Ubaidullah, maka terimalah tetapi jika diberi oleh
orang selain darinya, jangan kamu terima.”
Aslam
berkata: “Az Zubair datang dan aku berdiri di pintu. Ia telah meminta izin unuk
masuk. Aku pun berkata kepadanya, “Amirul mukminin sedang sibuk sekarang.”
Ia pun
mengangkat tangannya lalu memukul belakang telingaku satu kali sehingga aku
menjerit kesakitan. Aku pun masuk menemui Umar, lalu Umar bertanya kepadaku, “Apa
yang telah terjadi padamu?”
Aku menjawab,
“Az Zubair memukulku.” Lalu aku
menerangkan kepadanya mengenai yang telah terjadi di antara aku dan Az Zubair.
Umar r.a.
berkata, “Demi Allah! Aku akan menemuinya.”
Umar kemudian
menyuruhku memanggil az Zubair agar bertemu dengannya. Az Zubair pun masuk,
lalu Umar r.a. bertanya, “Mengapa kamu memukul hamba ini?”
Az Zubair
berkata, “Ia telah menghalangiku untuk bertemu denganmu.”
Maka Umar r.a.
pun berkata, “Benarkah ia berkata kepadamu, ‘Bersabarlah sebentar karena Amirul
mukminin sedang sibuk?’. Mengapa kamu tidak menerima alas an yang ia katakan?
Demi Allah! Sesungguhnya apabila binatang liar diciderai oleh binatang liar,
maka ia akan dimakan oleh binatang liar itu.” Maksudnya, apabila kamu (sahabat
nabi yang unggul) turut memukul hamba ini, maka orang awam akan merasa berani
untuk memukulnya, menghina dan menyakitinya. Karena perbuatan orang khusus
biasanya diikuti oleh orang umum. (al Kanz)
Dikeluarkan
oleh al Bukhari dalam al Adab al Mufrid dari Zaid bin Tsabit bahwa Umar
bin Khaththab r.a. datang menemuinya pada suatu hari. Umar r.a.
meminta izin untuk menemuinya, lalu ia mengizinkannya. Ketika itu tangan hamba
perempuannya berada di atas kepala Zaid, sedang menyisir rambut Zaid.
Umar berkata,
“Biarkanlah hamba perempuan itu menyisir rambutmu.”
Zaid berkata,
“Ya Amirul mukminin! Jika saja engkau mengutus seseorang untuk memanggilku,
niscaya aku akan datang menemuimu.”
Umar r.a.
berkata, “Sesungguhnya aku berhajat untuk bertemu denganmu (karena itu akulah
yang harus mendatangimu).”
Dikeluarkan oleh
ath Thabrani dari seorang lelaki. Lelaki itu berkata, “Kami telah meminta izin
dari Abdullah bin Mas’ud r.a. untuk masuk menemuinya setelah shalat
shubuh, lalu ia mengizinkan kami menemuinya. Ia pun meletakan sehelai kain pada
istrinya seraya berkata kepadanya, “Aku tidak suka membuatmu menunggu-nunggu.”
Dari Abu Musa
bin Thalhah r.a., katanya: Aku masuk menemui ibuku bersama dengan
bapakku. Ketika ia masuk ke dalam, aku pun turut mengikutinya. Ia menahanku
dengan tangannya di dadaku lalu mendudukan aku di atas punggungnya. Kemudian ia
berkata, “Apakah engkau ingin masuk tanpa izinku?”
Sanadnya Shahih
oleh al Hafizh dalam al Fath
Dikeluarkan juga
oleh al Bukhari dari Muslim bin Nazir, katanya: Seorang lelaki masuk menemui
Huzaifah r.a.. lelaki itu berkata, “Bolehkah aku masuk?”
Huzaifah
berkata, “Sesungguhnya matamu telah masuk, sebelum punggungmu masuk?”
Lelaki itu
berkata, “Apakah aku juga harus meminta izin dari ibuku apabila aku ingin masuk
menemuinya?”
Huzaifah
berkata, “Sekiranya kamu tidak meminta izin untuk masuk, mungkin akan
terpandang olehmu sesuatu yang tidak menggembirakan kamu.”
Dikeluarkan
oleh Ahmad dari Abu Sawid al Abdi, katanya: Kami datang menemui Ibnu Umar lalu
duduk di muka pintu rumahnya agar kami diizinkan masuk. Namun izin itu belum
aku peroleh juga, Aku pun mengintainya melalui lubang pintu itu. Maka terpandang
olehku yang ada di dalamnya.
Ibnu Umar
sedang berkeliling ketika aku sedang mengintip itu. Ketika ia mengizinkan kami
masuk, maka kami pun masuk dan duduk di dalamnya.
Ibnu Umar
berkata, “Siapakah di antara kalian yang barusan mengintip?”
Aku menjawab,
“Aku.”
Ibnu Umar berkata lagi, “Apa yang menghalalkan kamu untuk mengintip rumahku?”
Aku berkata, “Kami
terlalu lama mendapatkan izin masuk, lalu aku mengintip dari lubang pintu itu
secara tak sengaja.”
Ibnu Umar
telah bertanya mengenai berbagai hal. Aku berkata, “Ya ayahnya Abdur Rahman!
Apakah pendapatmu mengenai Jihad?”
Ibnu Umar,
menjawab, “Barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya ia berjihad untuk
dirinya sendiri.”
Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemahan Jilid 2 hal. 562-564, Penerbit Pustaka Ramadhan