Pages

Jumat, 26 April 2013

Kezuhudan Umar bin al Khaththab r.a. #3


Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab Al Hilyah dari Salim bin Abdullah sesungguhnya Umar bin Khaththab r.a. pernah berkata, “Demi Allah! Kami tidak menghiraukan tentang kelezatan kehidupan dunia. Jika tidak, kami pasti akan memerintahkan agar seekor kambing disembelih dan memerintahkan agar roti dimasak dari tepung gandum yang bermutu tinggi. Kemudian  memerintahkan pula agar kismis dimasak sehingga menjadi seperti  mata burung puyuh. Kami akan memakannya. Tetapi, kami tidak menghiraukan kelezatan kehidupan dunia karena kami telah mendengar Allah swt. Berfirman:
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Di dalam riwayat Ibnu al Mubarak dan Ibnu Sa’ad dari Abu Musa asy Sya’ari r.a.sesungguhnya ia pernah datang menemui Umar bin Khaththab r.a. bersama rombongan dari Basrah. Abu Musa berkata: Kami masuk menemuinya setiap hari. Aku melihat ia sering makan roti yang disapu dengan minyak zaitun, kuah yang dimasak kadang-kadang dengan lemak binatang, kadang-kadang dengan susu.
Pada suatu hari kami mendapatinya sedang makan roti yang telah dihancurkan dan direndam di dalam air dan dipanaskan. Kadang-kadang kami menemuinya sedang makan daging, tetapi hanya sekali saja dan dalam jumlah yang sedikit.
Pada suatu hari Umar r.a. berkata kepada kami, “Demi Allah! Sesungguhnya aku melihat kamu tidak begitu berselera dengan makanan yang telah aku sediakan. Demi Allah! Sesungguhnya aku bisa menyediakan makanan yang lezat untuk kamu yang terdiri dari Karakir, Sola, Sola’iq dan Dhinab.”
Jarir bin Hazim berkata, “Sola adalah daging yang dipanggang, Dhinab bermakna bijiran dan Sola’iq adalah roti lembut.”
Kata Umar r.a., “Tetapi aku telah mendengar Allah telah menghinakan satu kaum karena perbuatan yang telah mereka lakukan:
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Abu Musa r.a. berkata, “Jikalau kamu berbincang-bincang dengan Amirul Mukminin ia akan menetapkan jumlah tertentu dari Baitul Mal sehingga kamu boleh mendapatkan makanan darinya.
Mereka pun pergi menemui Umar r.a. dan memberitahu apaa yang diinginkan oleh mereka. Umar r.a. berkata kepada mereka, “Wahai para pemuka sekalian! Apakah kamu tidak Ridha dengan sesuatu yang aku ridha untuk diriku sendiri?”
Mereka menjawab, “Wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya Madinah sangat sesuai untuk menjalani kehidupan yang mewah. Kami berpendapat bahwa mereka tidak suka terhadap makanan yang disediakan oleh engkau. Kami berasal dari tempat yang subur dan banyak makanan. Pemimpin kami selalu menghidangkan makanan yang lezat untuk orang banyak.”
Umar menundukkan kepalanya seketika, kemudian mengangkatnya sambil berkata, “Aku menetapkan untuk kamu dari Baitul Mal dua ekor kambing dan dua Jarib dari bijiran sebagai makanan kamu. Pada pagi hari makanlah seekor kambing dan setengah dari bijiran itu dan sebagian lagi pada petang hari (makan malam). Kemudian mintalah minuman maka minumlah (minuman yang manis). Kemudian hendaklah memberi minum dengan mendahulukan dari sebelah kanan. Kemudian tunaikanlah hajat kamu.  Pada petang hari pula, makanlah makanan yang kamu tinggalkan pada waktu paggi. Makanlah kamu bersama-sama dengan para sahabat kamu sekalian. Berilah orang banyak di dalam rumah-rumah mereka dan berilah makan kepada ahli keluarga mereka. Demi Allah! Aku fikir kampong yang membekali kamu dua ekor kambing dan dua jarib bijiran itu akan mengalami hari yang buruk tidak lama lagi.” (al Muntakhab)
Dikeluarkan oleh Hanad dari Utbah bin Fitqad katanya: Aku pernah menghidangkan untuk Umar bin al Khaththab r.a. beberapa jenis manisan. Ia bertanya kepadaku, “Apa ini?”
Aku berkata, “Makanan yang aku bawakan untuk engkau karena engkau telah menjalankan tugas menunaikan keperluan orang banyak sejak pagi. Maka aku ingin menyediakan makanan untuk engkau apabila engkau kembali dari menjalankan tugas itu, dengan  harapan makanan itu akan mendatangkan kekuatan untuk melayani keperluan kaum muslimin.”
Ia membuka sala satu bakul yang berisi halwa sambil berkata, “Ya Utbah! Apakah kamu telah memberikan halwa ini kepada setiap orang dari kalangan kaum muslimin?”
Jawab Utbah, “Ya Amirul Mukminin! Jika aku membelanjakan seluruh harta Qis pun aku tidak mampu lagi menyediakan makanan ini untuk mereka semua.”
Setelah mendengar jawaban Utbah itu, Umar r.a. berkata, “Aku tidak berhajat kepadanya.”

Kemudian, ia memerintahkan agar roti yang dibuat dari tepung kasar dihidangkan beserta dengan daging yang keras. Lalu ia makan bersamaku dengan berselera sekali.

Aku berselera sekali untuk makan sepotong daging berwarna putih karena mengira bahwa itu hanyalah otot. Seiris daging yang aku kunyah itu agak keras dan aku tidak mampu memakannya. Olehh karena itu, sewaktu Umar r.a. tidak memandang ke arahku, akupun meletakkan daging yang keras itu diantara mangkuk dan kain alas makan itu.

Kemudian ia menghidangkan secawan Nabiz (air buah kismis) yang hampir menjadi cuka. Ia berkata kepadaku, “Minumlah.”

Karena aku tidak dapat meminum minuman itu, ia pun mengambilnya dariku lalu meminumnya sambil berkata kepadaku, “Dengarlah ya Utbah! Jika aku menyembelih seekor unta tiap hari, Maka sesungguhnya bagian yang lembut dan berlemak adalah untuk kaum muslimin yang datang dari segenap pelosok tempat. Sedangkan lehernya untuk keluarga Umar! Umar juga makan daging yang kasar dan keras ini dan meminum air nabiz yang asam ini yang bisa menyakitkan perut-perut kami.” (Muntakhab al Kanz)

Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari al Hasan, Sesungguhnya Umar bin al Khaththab r.a. masuk menemui seorang lelaki dan Umar r.a. meminta air minuman darinya. Lelaki itu menghidangkan madu kepadanya. Umar r.a. pun bertanya kepada lelaki itu, “Apakah ini?”

Jawab lelaki itu, “Madu.”

Maka Umar r.a. berkata, “Demi Allah! Semoga ini tidak termasuk ke dalam benda yang akan dihisab pada hari kiamat.”

Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari al Hasan sebagaimana dalam al Muntakhab.

Dinukilkan oleh Razin dari Yajid bis Aslam katanya: Umar r.a. meminta air minum, lalu dihidangkan dengan air yang telah dicampur madu. Umar r.a. berkata, “Minuman ini enak sekali tetapi aku telah mendengar Allah Azza wa Jalla berfirman yang menyalahkan suatu kaum yang telah menjadi mangsa kehendak syahwat mereka sendiri:
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Oleh karena itu aku takut kebaikan kami hanya dibalas di dalam kehidupan dunia ini, balasan yang dipercepat untuk kami.”

Maka Umar tidak minum minuman itu. (at Targhib)

Dikeluarkan oleh at Tibri dari Urwah katanya: Takkala Umar r.a. sampai di Eiilah bersama-sama sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar, ia menyerahkan baju gamis kepada seorang paderi untuk dicuci dan ditambal karena bagian belakang bajunya itu telah terkoyak akibat perjalanan yang jauh. Bajunya itu terbuat dari kain karabis (kain kasar seperti kain yang digunakan untuk membuat karung).

Ia berkata kepada paderi itu, “Cucilah dan tamballah bagian yang terkoyak.”

Kemudian paderi itu mencuci baju gamis Umar r.a. itu dan menambal bagian yang sobek. Setelah selesai, ia pun kembali kepada Umar r.a., lalu Umar bertanya kepada paderi itu, “Apa yang kamu bawa ini?”

Paderi itu menjawab, “Ini adalah gamis engkau yang telah dicuci dan ditambal, adapun baju ini adalah hadiah dariku untukmu.”

Kemudian Umar r.a.melihat kea rah baju yang dihadiahkan oleh paderi itu dan memegangnya. Ia pun memakai gamisnya dan mengembalikan gamis yang dihadiahkan kepadanya seraya berkata, “Gamisku ini lebih baik dalam menyerap keringat.”

Dikeluarkan oleh Ibnu al Mubarak dari Urwah dari Naufal dari gubernur Umar (di Eiila) hadits seperti di atas, sebagaimana dalam al Muntakhab.

Dikeluarkan oleh ad Danuri dan Ibnu Asakir dari Qatadah r.a. katanya: Umar r.a. adalah seorang khalifah yang memakai baju dari kain kapas yang ditambal dengan kulit karena terdapat lubang atau sobekan pada bajunya itu. Ia sering melawat ke pasar dengan cambuk di atas bahunya memperhatikan sebagaimana orang menjalankan perdagangan dan memberitahukan adab perniagaan kepada mereka.

Di dalam riwayat Ahmad di dalam kitab az Zuhd dan Hanad, Ibnu Asakir dan Abu Nu’aim dari al Hasan katanya: Umar bin al Khaththab r.a. berkhutbah kepada orang banyak ketika ia menjadi khalifah. Ia memakai sehelai pakaian yang mempunyai dua belas tambalan. (al Muntakhab)

Di dalam riwayat Malik pula dari Anas r.a. katanya: Aku pernah melihat Umar ketika ia menjadi Amirul Mukminin. Ia menambal pakaiannya di antara dua bahunya dengan tiga tambalan. (At Targhib)

Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Umar r.hum. katanya: Umar r.a. telah menetapkan uang tunjangan untuk dirinya bagi keperluan hariannya dan juga ahli keluarganya. Pada musim panas ia akan menggantikan pakaian dan menambal kain sarungnya apabila sobek. Ia tidak akan menggantikan pakaian yang baru walaupun telah lusuh dan sobek sehingga waktunya sampai untuk ia berbuat demikian.

Dalam tahun ketika banyak harta telah jatuh ke tangan kaum muslimin akibat banyak Negara yang telah ditaklukan, Umar r.a. bahkan memakai pakaian yang lebih buruk dari pakaian yang biasa dipakainya sebelum tahun itu. Aku pun berbicara dengan Hafshah mengenai hal ini. Umar r.a. berkata, “Apa yang aku pakai dari harta kaum muslimin, maka pakaian ini adalah sepadan buatku,” (al Muntakhab)

Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Muhammad bin Ibrahim katanya: Umar bin al Khaththab r.a. mengambil uang tunjangan dari Baitul Mal sebanyak dua dirham setiap hari untuk dirinya dan keluarganya. (al Muntakhab)

Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemehan Jilid 2 hal. 294-298, Penerbit Pustaka Ramadhan

Kezuhudan Umar bin al Khaththab r.a. #2


Setelah Aisyah selesai bicara, Umar r.a. mulai menangis dengan tangisan yang keras, kemudian berkata, “Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah. Apakah kamu mengetahui bahwa Rasulullah saw. tidak pernah makan roti selama sepuluh tahun, lima atau tiga belas hari berturut-turut atau pernahkah Baginda saw. makan pagi dan petang tanpa ketinggalan salah satu darinya dalam sehari sehingga baginda saw. wafat?”

Jawab ‘Aisyah, “Tidak.”

Lalu Umar r.a. menoleh ke arah Aisyah sambil bertanya, “Apakah kamu mengetahui bahwa kepada Rasulullah saw. pernah dihidangkan makanan yang diletakkan di atas meja yang dinaikkan sejengkal dari tanah kemudian baginda saw. memerintah supaya meja itu dialihkan darinya dan sebaliknya memerintahkan makanan itu diletakkan di atas tanah?”

Keduanya menjawab , “Ya”

Kata Umar kepada Hafshah dan Aisyah r.huma., “Kamu berdua adalah istri-istri Rasulullah saw. dan ibu-ibu orang-orang mukmin. Kamu mempunyai hak atas orang-orang beriman dan atas aku. Tetapi kamu berdua telah datang menemuiku untuk menimbulkan dalam hatiku gairah terhadap kehidupan dunia.”

“Sesungguhnya aku mengetahui bahwa Rasulullah saw. pernah memakai pakaian dari kain bulu yang lembut yang menyebabkan kulitnya menjadi gatal disebabkan kelembutan pakaian itu. Adakah kalian berdua mengetahuinya?”

Keduanya menjawab, “Ya Allah! Benar sekali.”

Umar r.a. bertanya lagi kepada Hafshah dan Aisyah, “Adakah kamu mengetahui bahwa Rasulullah saw. tidur di atas selimutnya yang dilapis satu. Ya Aisyah! Sesungguhnya di rumahmu terdapat satu helai tikar yang dijadikan tempat alas duduk pada siang hari dan tilam pada malamnya. Pada suatu ketika kami masuk menemui Rasulullah saw. dan mendapati bekas-bekas tikar itu pada tubuh baginda saw. Ya Hafshah! Kamu telah menceritakan kepadaku bahwa pada suatu malam kamu membentangkan sehelai kain yang lembut sebagai alas tidur, lalu Rasulullah saw. tidur di atasnya dengan nyenyak sekali dan tidak bangun sehingga Bilal mengumandangkan adzan shalat shubuh.”

“Baginda saw. telah bersabda kepadamu, ‘Ya Hafshah! Apakah yang telah kamu lakukan? Adakah engkau membentangkan kain yang dilipat dua sebagai alas tidurku sehingga aku tidak mampu bangun malam melainkan adzan shubuh dikumandangkan? Apakah yang harus dilakukan dengan dunia? Apakah yang menyebabkan kamu menyibukkan dengan kelembutan tilam ini? Ya Hafshah!’” 

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa Rasulullah saw. baik yang lalu maupun yang akan datang. Rasulullah saw. telah mengalami kelaparan pada waktu pagi dan petang. Rasulullah saw. telah menghabiskan waktu malam dengan sujud, ruku, menangis dan merendahkan diri pada kedua tei waktu malam dan siang sehingga Allah mengambil nyawanya dengan rahmat dan keridhoan-Nya.”

Setelah itu, Umar r.a. tidak pernah makan makanan yang baik-baik, memakai pakaian yang lembut dan ia sangat tabah mengikuti jejak langkah kedua sahabatnya yang telah meninggal dunia itu. Ia tidak pernah mengumpulkan di antara dua kuah melainkan apa yang dimakannya adalah garam dan minyak. Ia tidak makan daging kecuali sekali dalam sebulan.

Akhirnya kedua istri nabi saw. itu meninggalkan Umar r.a., dan Umar terus dalam keadaan demikian hingga ia meninggal dunia.

Dikeluarkan oleh Abdul Razak, al Baihaqi dan Ibnu Asakir dari ‘Ikrimah bin Khalid bahwa Hafshah, Ibnu Muthi’ dan Abdullah bin Umar r.a. berkata kepada Umar bin al Khaththab r.a., “Jika engkau maan makanan yang baik, maka makanan itu akan memberikan kekuatan kepadamu untuk membela yang hak.”

Umar r.a. berkata ,”Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu bertujuan memberikan nasihat kepadaku, akan tetapi aku telah meninggalkan dua orang sahabatku (Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a.) di atas satu jalan, apabila aku meninggalkan jalan yang telah diikuti oleh mereka niscaya aku tidak akan sampai menemui mereka di tempat tujuan kami.” (Muntakhab al Kanz)

Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Abu Umamah bin Sahl bin Hanif r.hum. katanya: Sejak sekian lama Umar r.a. tidak mengggunakan sarana dari Baitul Mal sehingga ia mengalami kefakiran dan kesempitan hidup. Suatu masa, ia menghantar orang suruhannya kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw. untuk meminta pandangan mereka agar masalah itu dapat diselesaikan dengan cara yang makruf dan mengandung maslahat. Ia berkata kepda utusannya agar menyampaikan kata-katanya Sahabat-sahabat Rasulullah saw., “Jabatan Khalifah ini telah menjaddikanku sibuk ssekali, adakah jalan keluar yang sesuai untukku.” (Karena ia tidak lagi mempunyai waktu yang cukup untuk mencari nafkah)

Mendengar yang demikian, Utsman bin Affan r.a. berkata, “Makanlah engkau dan beri makan kepada orang lain.”

Sa’id bin Amru bin Nufail r.a. juga mengemukakan pendapat yang sama seperti yang telah diberikan oleh Utsman bin Affan r.a.. Ali r.a. berkata, “Dua kali makan, siang dan malam.”

Maka Umar r.a. mengambil saran Ali r.a. (Muntakhab al Kanz)

Dikeluarkan oleh Abdul bin Hamid dan Ibnu Jarir dari Qatadah r.a. karanya: Telah diberitahu kepada kami bahwa Umar bin al Khaththab r.a. pernah berkata, “Jika aku mau aku bisa makan makanan yang terbaik dan memakai pakaian yang paling lembut dibandingkan dengan makanan dan pakaianmu, tetapi aku ingin menjaga kemurnian hatiku.”

Telah diceritakan kepada kami bahwa pada suatu ketika Umar bin al Khaththab r.a. telah sampai ke Syam. Makanan pun disediakan untuknya, yaitu makanan yang belum perrnah dilihat olehnya sebelum itu. Melihat makanan itu, ia bertanya, “Apakah makanan ini untuk kami? Mana makanan untuk kaum muslimin yang fakir dan yang telah wafat, sedangkan mereka tidak pernah merasa kenyang dengan makan roti yang terbuat dari barli?” 

Mendengar perkataan Umar r.a. itu, Umar bin al Wahid berkata, “Untuk mereka adalah Jannah.”
Kelopak mata Umar r.a. pun bergenang dengan air mata setelah mendengar perkataan Umar bin al Wahid itu, lalu ia berkata, “Jika bagian keuntungan kita hanya dengan memiliki harta dunia ini saja sedangkan mereka telah pergi meninggalkan dunia ini dengan memperoleh Jannah, sesungguhnya terddapat jarak yang besar di antara kita dan mereka.” (al Muntakhab)
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar r.hum. bahwa sesungguhnya ia telah ditemui oleh Umar r.a. di tempat ia menghadapi hidangannya. Kemudian ia pun menyediakan tempat duduk untuk Umar r.a. lalu Umar r.a. membaca “Bismillah” kemudian mengambil sepotong makanan kemudian potongan yang kedua, setelah itu ia berkata, “Sesungguhnya aku mendapati makanan ini agak berlemak, tetapi ini bukanlah lemak daging.”
Abdullah bin Umar r.a. berkata kepada bapaknya itu, “Ya Amirul Mukminin! Sesungguhnya aku telah pergi ke pasar untuk membeli lemak daging tetapi ternyata harganya terlalu mahal. Karena itu aku membeli daging yang biasa dengan harga satu dirham dan membeli lemak daging seharga satu dirham. Aku mengharapkan setiap orang dari kita akan memperoleh sepotong tulang.”
Umar r.a. berkata, “Tidaklah berkumpul dua benda makanan pada Rasulullah saw., melainkan baginda saw. akan memakan salah satu darinya dan menyedekahkan yang satu lagi.”
Abdullah r.a. pun berkata, “Ambillah ia ya Amirul Mukminin! Tidaklah akan berkumpul dua makanan padaku melainkan aku akan melakukan sedemikian (sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw.).”
Umar r.a. berkata, “Aku tidak boleh menjamahnya sekarang.” (al Kanz)
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Abu Hazim katanya: Umar bin al Khaththab r.a. masuk menemui anak perempuannya Hafshah r.ha.. Hafshah r.ha. telah menghidangkan untuknya kuah gulai yang telah dingin dan sepotong roti. Ia mengucurkan minyak zaitun ke dalam kuah itu. Umar r.a. pun berkata kepada Hafshah r.ha., “Dua jenis kuah dalam satu wadah, aku tidak akan menjamahnya sehingga aku bertemu dengan Allah.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Anas r.a. katanya: Aku pernah melihat Umar bin al Khaththab r.a. pada suatu kesempatan dan ketika itu ia telah menjadi Amirul Mukminin. Satu sa’a buah kurma dihidangkan kepadanya dan ia akan memakannya termasuk buah kurma yang terjatuh dari sa’a itu.”
Dari Saib bin Yazid katanya: Dalam beberapa kesempatan aku telah makan malam bersama-sama dengan Umar r.a.. ia memakan roti dan daging kemudian menyapu tangannya ke tapak kakinya (untuk menghilangkan lemak pada tangannya itu). Kemudian ia berkata ini adalah sapu tangan Umar dan ahli keluarga Umar.”
Dalam riwayat ad Diruni dati Tsabit katanya: Al Jarud pernah makan malam bersama Umar bin al Khaththab r.a.. Setelah selesai makan al Jarud berkata kepada budak perempuannya, “Wahai hamba perempuan! Bawakanlah sapu tangan.”
Tetapi Umar r.a. berkata, “Sapulah tanganmu dengan punggungmu.”
Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab Al Hilyah dari Abdul Rahman bin Abu Laila katanya: Sekumpulan orag penduduk Iraq datang menemui Umar r.a.. Ia melihat seolah-olah mereka makan sedikit sekali lalu berkata kepada mereka, “Jika aku mau, makanan yang baik pun bisa disediakan untukku sebagaimana makanan yang baik itu dimasakkan untuk kamu, akan tetapi kami telah menolak kemewahan dan kelezatan dunia untuk memperoleh kelezatan itu di alam akhirat. Adakah kamu tidak mendengar bahwa Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاعَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚفَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَاكُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِالْحَقِّ وَبِمَاكُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan ddiri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.” (Q.s. Al Ahqaaf: 20)
Dikeluarkan juga oleh Abu Nu’aim dan Hanad dari Habib bin Abi Tsabit dari beberapa orang  sahabat Umar r.a. sesungguhnya satu rombongan dari ahli Iraq datang menemui Umar r.a.. Diantara mereka adalah Jarir bin Abdullah r.a..
Umar menghidangkan kepada mereka satu mangkuk roti dan minyak zaitun. Ia berkata kepada mereka, “Makanlah!” maka mereka pun makan dengan pelan sekali. Meihat cara mereka makan seperti itu, Umar r.a. pun berkata kepada mereka, “Aku telah melihat apa yang kamu lakukan. Apa yang kamu inginkan? Apakah mau yang manis, yang pahit, yang panas atau yang dingin. Semuanya akan hancur dalam perut.” (Muntakhab al Kanz)
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan Abdul bin Hamid dari Hamid bin Hilal sesungguhnya Hafs bin Abi al ‘As r.a. menghadapi makanan yang disediakan oleh Umar r.a. tetapi ia tidak turut makan bersama-sama dengan Umar r.a. oleh karena itu, Umar r.a. berkata, “Apakah yang menghalangi kamu menjamah makanan ini?”
Hafs berkata, “Sesungguhnya makananmu kasar dan kesat, aku akan makan sekiranya makanan itu lembut.”
Mendengar perkataan Hafs itu, Umar r.a. pun berkata, “Apakah kamu fikir aku tidak mampu memerintahkan supaya seekor kambing disembelih untukmu, bulunya dicabit. Kemudian aku memerintahkan agar tepung dikisar dan diayak lalu roti yang lembut disediakan. Setelah itu aku memerintahkan pula agar satu sa’a buah kismis dimasak dengan keju. Kemudian air dituangkan ke dalamnya sehingga menjadi seolah-olah darah kijang?”
Maka Hafs berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau tahu tentang kehidupan yang baik.”
Umar r.a. berkata, “Benar sekali. Demi Dia yang memegang nyawaku! Jikalau tidak ku takutkan amalan kebaikanku berkurang timbangannya pada hari kiamat sudah pasti aku menjalani kehidupan seperti yang kamu lalui.” (Muntakhab al Kanz)
Dikutip dari Kitab Hayatush Shahabah Terjemehan Jilid 2 hal. 290-294, Penerbit Pustaka Ramadhan